Status vulkanik Gunung Bromo dengan tinggi 2.329 meter di atas permukaan air laut (mdpl) atau 7.641 kaki atau feet (ft) di perbatasan Kabupaten Probolinggo, Pasuruan dan Malang, Provinsi Jawa Timur (Jatim) mulai, Jumat (4/12) pukul 14.00 WIB dinaikkan dari tingkat waspada (level II) menjadi siaga (level III). Meski status gunung yang panoramanya dinilai banyak wistawan mancanegara (wisman) sebagai paling eksotik di Pulau Jawa itu meningkat, para wisatawan masih bisa menikmati panorama sunrise dari Bukit Penanjakan, Bukit Setya, dan Bukit Cinta.
“Sesuai rekomendasi dari Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung, maka jarak aman bagi wisatawan adalah radius 2,5 kilometer (km) dari titik kawah Gunung Bromo,” ujar Kepala Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Ayu Dewi Utari, Jumat (4/12) sore.
Menurut petunjuk PVMBG yang ada di Pos Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, pintu-pintu masuk bagi para wisatawan yang ingin melihat panorama alam Gunung Bromo masih bisa dibuka, dari arah Desa Wonokitri, Tosari, Kabupaten Pasuruan. Sedangkan dari arah Desa Ngadisari, untuk sementara ditutup karena jaraknya kurang dari 2,5 km, ujar Ayu.
Dari data seismograf di pos pantau Gunung Bromo di Dusun Cemerolawang, Desa Ngadisasi, gempa tremor terus terjadi dengan amplitudo sangat meningkat maksimal kisaran 2 sampai 8 milimeter (mm), dengan dominan pada 5 mm. Sebelumnya, amplitudonya maksimal pada kisaran 1 sampai 6 mm, dominan pada 4 mm.
Sementara itu, petugas pos pantau, Subhan yang dikonfirmasi terpisah menambahkan secara visual memang terlihat ketinggian asap kelabu tipis mendatar tebal dan semburan asap dari kawah Gunung Bromo disertai material agak kasar. Tingkat aktivitas Bromo dari level 2 naik ke level 3.
“Sampai sekarang ini untuk jarak aman bagi pengunjung di luar radius 2,5 kilometer. Tidak ada pengungsian karena semburan material masih berada di dalam kaldera (lautan pasir),” kata Subhan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim Sudarmawan menginformasikan bahwa status Gunung Bromo naik dari waspada menjadi siaga karena terjadi peningkatan aktivitas di dalam perut kawah. Karenanya, pihaknya perlu membuat peta kawasan rawan bencana (KRB) menjadi 6 kilometer dari kawah Gunung Bromo untuk KRB I. Sedangkan untuk KRB II berada 12,5 kilometer dari kawah.
“Ini karena radius 2,5 kilometer tidak ada rumah penduduk dan hanya lautan pasir serta savana saja. Makanya kami membuat KRB I dan KRB II. Namun demikian kita mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik dan terpancing akan kabar adanya erupsi Gunung Bromo. Ini karena status Gunung Bromo masih siaga dengan radius terlarang 2,5 kilometer dari kawah,” ujarnya.
BPBD menilai belum perlu evakuasi walaupun wisatawan dilarang mendekati kawah, kecuali hanya boleh melihat dari Gunung Penanjakan, Bukit Setya, dan Bukit Cinta. Sementara untuk pintu masuk ke arah Gunung Bromo yang dibuka adalah dari arah Wonokitri, Kabupaten Pasuruan.
Sebelumnya, masyarakat Suku Tengger sebagai penghuni kawasan Gunung Bromo beberapa waktu lalu telah menggelar ruwatan, yakni tradisi mayu desa berupa sedekah bumi dengan harapan peningkatan aktivitas Gunung Bromo tidak berujung pada erupsi yang membawa bencana bagi warga sekitar. Ruwatan digelar di depan balai Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Ratusan warga Suku Tengger yang beragama Hindu Mahayana memulai tradisi mayu desa dengan mengarak sesaji dan berbagai hasil bumi sepanjang tiga kilometer, dari balai desa sampai ke rumah kepala desa sekaligus pemangku adat.
Ruwatan itu dipimpin seorang dukun, yakni seorang tokoh agama sekaligus pemangku adat yang paling diikuti petuahnya.
“Mayu desa atau ruwatan desa itu digelar sebagai wujud permohonan warga Suku Tengger kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Gunung Bromo tidak erupsi hebat dan warga diberi kesejahteraan dan keselamatan. Kami tinggal terdekat dengan kawah Gunung Bromo sekitar radius tiga kilometer,” ujar dukun Supoyo.
Hati-hati! Status Gunung Bromo Menjadi Siaga
No comments:
Post a Comment