Daftar 50 orang terkaya di Indonesia yang dirilis Forbes terus berputar setiap tahun. Para pengusaha yang teramat piawai dalam berbisnis, tentu berhasil mempertahankan dirinya tetap menjadi anggota kelompok konglomerat. Namun, ada juga nama-nama yang tersingkir karena jumlah hartanya menyusut akibat berbagai faktor.
Forbes mencatat tiga nama orang yang masih kaya namun terdepak dari kelompok super kaya di Indonesia. CNN Indonesia merangkum rekam jejak bisnis tiga pengusaha tersebut selama beberapa tahun terakhir.
Prajogo Pangestu
Pria berusia 71 tahun ini sebelumnya dikenal sebagai taipan kayu terbesar di Indonesia, yang kemudian mengembangkan bisnisnya ke berbagai sektor. Prajogo sempat mencatatkan namanya sebagai pengusaha terkaya di Indonesia urutan ke 48 dengan harta US$ 570 juta menurut riset Forbes tahun lalu.
Pada 1979 ia mendirikan PT Bumi Raya Pura Mas Kalimantan, yang kemudian dikenal menjadi Grup Barito Pacific.
Prajogo kemudian meramaikan pasar modal Indonesia dengan melepas 85 juta saham PT Barito Pacific Timber Tbk pada 1993. Dalam perjalanannya, perseroan memutuskan untuk menambah lini bisnis dan berubah nama menjadi PT Barito Pacific Tbk pada 2007. Diversifikasi lini bisnis tersebut membuat nama ‘Timber’ akhirnya ditanggalkan.
Pada tahun yang sama, perseroan juga mencaplok 70 persen saham PT Chandra Asri, satu-satunya produsen olefin di Indonesia saat itu. Gurita bisnis Barito Pacific tak berhenti di situ saja, pada 2008 perseroan juga mencaplok PT Tri Polyta Indonesia Tbk, salah satu produsen polypropylene terbesar.
Kemudian pada tahun 2011, PT Chandra Asri dan PT Tri Polyta Indonesia Tbk digabungkan menjadi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Sayangnya, pelemahan harga komoditas dan ekonomi dunia membuat kinerja saham perseroan menurun di tahun ini. Sejak awal tahun (year to date), harga saham Barito Pacific telah amblas 57,43 persen menjadi Rp 129 per lembar dari sebelumnya Rp 303 per lembar.
Handojo Santosa
Pria dengan nama lahir Kang Kiem Han ini berusia setengah abad lebih satu tahun. Ia dikenal melalui perusahaan pakan ternak PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Sepanjang 2014, Handojo memiliki harta sebanyak US$ 555 juta menurut Forbes. Menjadikannya orang terkaya ke-49 di Indonesia.
Berbicara bisnis Handojo, Japfa awalnya berdiri pada 1971 dengan nama PT Java Pelletizing Factory Ltd sebagai 50-50 venture antara PT Perusahaan Dagang & Industri Ometraco dan Internasional Graanhandel Thegra NV dari Belanda yang terutama terlibat dalam produksi komersial pelet kopra.
Pada 1989 perusahaan mencatatkan namanya di lantai bursa saham Indonesia, yang kemudian diikuti dengan perubahan nama pada 1990 menjadi PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Pada tanggal 1 Desember 2009, perusahaan bergabung dengan PT Multi Agro Persada (MAP) Tbk, produsen dan distributor pakan ternak.
Ekspansi perusahaan yang berkelanjutan akhirnya membuat Japfa mencatatkan saham di bursa Singapura pada 2014 lalu. Sayangnya pelemahan ekonomi menyeret kinerja perusahaan di tahun ini.
Harga saham Japfa Comfeed di Bursa Efek Indonesia tercatat telah melemah 51,16 persen sejak awal tahun menjadi Rp 464 per lembar, dari Rp 950 per lembar. Sementara harga saham Japfa di Singapura melemah 9,09 persen sejak awal tahun, menjadi Sin$ 0,5 per saham, dari Sin$ 0,55 per saham.
Anton Haliman
Agung Podomoro Group adalah bentukan Anton Haliman, ayah dari pria berusia 63 tahun ini. Anton mendirikan Agung Podomoro Group pada 1969 dan awalnya dikenal dengan proyek perumahan di Simprug, Jakarta Selatan yang rampung di tahun 1973.
Dari tahun 1973 sampai sekarang, gurita Agung Podomoro Group telah menggarap pembangunan lebih dari 70 proyek properti, yang mayoritas ditujukan kepada segmen kelas menengah. Beragam proyek mulai dari rumah susun hingga apartemen high end, mal, rumah toko, hotel dan gedung perkantoran telah digarap perseroan.
Pada 2010 grup tersebut melantaikan PT Agung Podomoro Land Tbk yang sebelumnya bernama PT Tiara Metropolitan Jaya, ke Bursa Efek Indonesia. Perseroan berhasil meraup Rp 2,24 triliun dari 6,15 miliar saham yang ditawarkan.
Namun, pelemahan sektor properti pada tahun ini turut menyeret kinerja Agung Podomoro. Dalam sembilan bulan pertama 2015, laba bersih perseroan turun 26,4 persen menjadi Rp 360,1 miliar, dari Rp 489,4 miliar pada periode yang sama 2014.
Perseroan pada saat ini juga masih menunggu kejelasan pembangunan proyek reklamasi Pulau G yang ditaksir memakan Rp 4,9 triliun untuk pengurukan. Proyek tersebut tengah mengalami kendala tentangan dari beberapa pihak organisasi nelayan dan aktivis lingkungan.
Pada 2014 lalu, Forbes menempatkan Trihatma di urutan 50 atau paling buncit dalam daftar orang terkaya di Indonesia dengan jumlah aset mencapai US$ 500 juta.
Justin Doebele, Chief Editorial Advisor Forbes Indonesia menyatakan daftar 50 orang terkaya yang disusun timnya dihitung berdasarkan informasi keuangan yang diperoleh dari keluarga dan individu, kepemilikan saham, analis dan sumber lainnya.
“Daftar ini juga memasukkan kekayaan keluarga, termasuk saham yang dimiliki oleh keluarga. Kekayaan publik dihitung berdasarkan harga saham dan perubahannya sampai 13 November 2015. Perusahaan pribadi dihitung berdasarkan perusahaan yang sejenis yang terbuka untuk publik,” kata Doebele.
Tiga Orang Ini Tak Lagi Disebut Super Kaya Oleh Majalah Forbes
No comments:
Post a Comment