Tepatnya di Desa Tubbi, Kecamatan Tubbi Taramanu, Polewali Mandar, Sulawesi Barat telah berdir sebuah sekolah yang jauh dari perkotaan dan sangat terpencil, yaitu SDN 012 Tubbi. Sekolah ini hanya terdiri dari tujuh ruangan, yaitu 6 ruangan kelas dan 1 ruangan perpustakaan yang digabung dengan ruang guru dan kepala sekolah. Ruang kelasnya berdinding kayu dan berlantai semen yang sudah pecah-pecah. Sekolah ini sudah lama berdirinya sekitar tahun 1965 akan tetapi sampai sekarang belum mengalami pembangunan atau pembaharuan. Sungguh ironis nasib sekolah-sekolah pedalaman yang sulit dijangkau oleh pemerintah bahkan kurang diperhatikan.
Walapun sekolahnya bisa dikatakan sebagai sekolah yang jauh dari kata sempurna dari segi bagunanannya, tetapi para siswa dan siswinya mempunyai semangat yang besar untuk bersekolah demi mencapai cita-cita mereka. Siswa-siswi ini saya sebut sebagai anak-anak gunung karena mereka tinggal dibalik-balik gunung. Untuk kesekolah mereka harus berjalan kaki kurang lebih 4 kilometer dan harus meyeberangi sungai yang airnya sangat deras ketika hujan. Sering kali mereka terjatuh dan terkadang baju seragam sokolahnya kotor terkena becek. Seperti itulah kira-kira kondisi mereka.
Dengan kondisi alam yang medannya sangat keras membentuk karakter anak-anak gunung ini menjadi anak-anak yang kuat secara fisik dan memiliki suara yang sangat keras. Tangan, betis, kaki dan badan mereka terasa keras dan berotot. Inilah yang membuat mereka berbeda dengan anak-anak yang ada di kota. Selain itu, mereka rajin kesekolah dan semangat belajarnya sangat tinggi akan tetapi sarana dan prasarana pendidikan di desanya sangat terbatas mulai dari sarana olahraga sampai pada keterbatasan buku-buku pelajaran dan buku-buku bacaan.
Tidak hanya dari segi sarana dan prasarananya kekurangan tenaga pengajarpun merupakan masalah yang paling mendasar. Terkadang siswa-siswi merasa kecewa karena mereka telah datang jauh-jauh untuk memperoleh ilmu, tetapi mereka tidak belajar. Hal ini dikarenakan guru yang datang terkadang 2 atau 3 orang saja, itupun guru-guru yang berdomisili di sekitar desa Tubbi.
Anak-anak gunung ini memiliki harapan ingin memiliki taman baca di setiap dusun mereka. Apakah tidak ada lagi orang-orang diluar sana yang mau menyumbangkan buku-buku bacaan kepada mereka anak-anak gunung karena apabila berharap terus dengan pemerintah entah sampai kapan impin mereka dapat terwujud.
Menurut Kepala Desa Tubbi, Bapak Baco, pembangunan jembatan untuk memudahkan akses dua desa ini sudah lama diajukan ke tingkat kecamatan bahkan kabupaten, tapi entah mengapa sampai saat ini belum terealisasi. Walau dengan kondisi demikian, siswa siswi SDN 012 Tubbi jarang mengeluh dan tetap semngat menghadapi tantangan ini, mereka sering kali berangkat dan pulang bersama-sama menyebrang sungai. Terkadang ada juga beberapa orang tua siswa yang mengantar untuk memastikan anaknya selamat menyeberangi sungai.
Salah satu siswi kelas 5, Rosma, mengaku tak ada pilihan lain untuk berjalan kaki dan menyeberang sungai setiap hari ke sekolah. Sebenarnya di desa Piriang ada 1 SD negeri, namun jarak rumah Rosma ke sekolah tersebut lebih jauh dibanding ke SDN 012 Tubbi, maka dia memilih bersekolah disini, jelasnya. Begitulah potret akses pendidikan di salah satu desa di negeri ini. Sudah seharusnya pemerintah melakukan prioritas pembangunan infrastruktur umum maupun pendidikan demi terselenggaranya akses pendidikan yang lebih baih bagi masyarakat pedesaan.
Sofiyan Hadi & Muhammad Firman, Guru Konsultan Sekolah Literasi Dompet Dhuafa
Anak-anak Gunung Generasi Masa Depan di SDN 012 Tubbi Polewali Mandar
No comments:
Post a Comment