Mar 8, 2016

Menaklukan Syafiq dan Taufiq

Menaklukan Syafiq dan TaufiqSyafiq dan Taufiq namanya. Mereka dua bersaudara kakak-adik pindahan dari salah satu SD negeri di kecamatan Sebatik Tengah. Mereka dua siswa yang tengah duduk di bangku kelas 1. Walaupun secara usia, jenjang kelas tersebut sebenarnya sudah tidak sesuai. Usia yang sudah cukup dewasa bagi anak kelas 1 Sekolah Dasar. Syafiq tengah berusia 9 tahun, sedangkan adiknya Taufiq berusia 8 tahun. Sebelumnya bersama orang tuanya mereka tinggal di Sebatik Malaysia. Karena di sana mereka tidak mendapatkan akses pendidikan, maka dengan modal nekat ayahnya memutuskan pindah ke Indonesia agar bisa menyekolahkan anaknya. Sehingga akhir tahun 2014 mereka pindah ke Indonesia.


Dua anak ini dipindahkan oleh orang tuanya karena tidak menerima perlakuan sanksi yang diberikan oleh salah satu guru di sekolah tersebut. Menurut penuturan pak Ali ayahnya, setiap kali anaknya berbuat salah di sekolah asalnya selalu dipukuli oleh gurunya. Saat bersekolah di sekolah asalnya mereka memang sudah mengikuti kelas Madrasah Diniyah di sekolah Tapal Batas. Biasanya setelah pulang dari sekolah, mereka langsung singgah di sekolah Tapal Batas untuk mengikuti kegiatan Madrasah Diniyah. Kebetulan kelas Diniyah yang mereka ikuti dimulai jam 14.00 hingga waktu shalat ashar tiba. Karena setiap siswa harus sholat ashar berjamaah dulu sebelum pulang ke rumah masing-masing. Waktu berlalu, ternyata aktivitas semacam ini membuat jenuh kedua anak ini. Menurut ayahnya, dua anak ini merasa kesulitan jika harus bersekolah seharian dengan jarak rumah yang lumayan jauh. Hingga akhirnya orang tuanya memutuskan agar Syafiq dan Taufiq pindah dan bersekolah di Sekolah Tapal Batas Madrasah Ibtidaiyah Darul Furqon. Harapan besar orang tuanya saat ini, anak-anaknya bisa dididik lebih baik lagi kenakalannya bisa berubah juga. Akan tetapi rupanya itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.


Di sekolah ini, ternyata kebiasaan lama Syafiq dan Taufik belum juga berubah. Mereka masih tampil sebagai sosok yang suka menjaili temannya. Tak tanggung-tanggung teman-temannya kadang dipukuli hingga nangis. Walaupun demikian, tidak semua masalah berasal dari mereka. Terkadang juga siswa lain lah yang mulai mengganggu mereka. Namun ketika siswa lain yang memulai, maka mereka harus siap menanggung semua resikonya. Karena pasti mereka akan membalas lebih keras dan tidak akan berhenti sebelum membuat temannya nagis. Setiap hari guru-guru di sekolah ini tidak pernah alpa mendamaikan pertikaian mereka dengan siswa-siswa lain. Padahal jumlah siswa di kelas ini tidak terlalu banyak sebenarnya hanya 19 orang saja. Syafiq dan Taufiq memang selalu menjadi sorotan oleh guru-guru di sekolah ini. Bahkan sebelum mengajar di kelas mereka, oleh guru-guru di sekolah ini telah menyampaikan terlebih dulu perilaku keduanya.


Hari ini adalah kali kedua saya mengajar di kelas Syafiq dan Taufiq setelah pertemuan perdana saya di kelas ini. Minggu sebelumnya saat anak-anak kuarahkan mencatat tulisan saya yang cukup panjang di papan tulis, banyak dari mereka yang tidak mencatat. Alasan mereka beraneka ragam. Ada yang merasa kelelahan, ada yang malas mencatat, ada juga siswa yang tidak membawa buku dan pensil katanya. Akan tetapi saat proses evaluasi di akhir pembelajaran kulakukan, banyak informasi yang saya dapatkan tentang siswa-siswa ini. Banyak dari mereka yang masih belum lancar membaca dan menulis. Hanya 2 orang dari 19 siswa saja yang sudah lancar, selebihnya masih dalam proses mengeja huruf. Tidak terkecuali Syafiq dan Taufik, bersama teman-temannya yang hyperaktif saat itu mengganggu siswa-siswa lain yang tengah berkonsentrasi belajar. Mereka tidak pernah tenang saat melihat teman-temannya fokus mengikuti proses pembelajaran. Ada saja cara mereka untuk bisa mengacaukan siswa-siswa lain. Kalau tidak mengganggu secara fisik, mereka akan mengajak siswa-siswa lain keluar masuk kelas dan berbaring di lantai kelas saat proses pembelajaran berlangsung. Kelas yang ada di sekolah ini memang tidak dilengkapi dengan meja kursi yang memadai seperti di sekolah pada umumnya. Yang ada hanyalah meja pendek yang panjang sebagai tempat menulis. Sehingga paras siswa di sekolah ini, belajar sambil lesehan. Ketidaknyamanan pembelajaran saat itu, diperparah penyusunan tempat duduk siswa yang masih menggunakan cara klasik dengan berbaris memanjang ke belakang.


Hari ini seperti biasa sebelum masuk pada kegiatan inti pembelajaran, terlebih dulu saya melakukan kegiatan pendahuluan. Kegiatan pendahuluan hari ini cukup lama. Hampir setengah jam kugunakan hanya untuk apersepsi. Mengajak para siswa berada pada zona alfanya. Pagi ini Syafiq terlihat tidak siap menerima pelajaran. Berbeda dengan Taufiq adiknya yang sudah mulai ribut dengan gaya dan suaranya di awal kegiatan pembelajaran. Akhirnya kuajak Taufiq untuk memimpin teman-temannya berdoa. Diapun maju dengan sangat antusias. Kebiasan yang saya coba terapkan di sekolah ini saat memimpin doa belajar diawali dengan gerakan ataupun tepuk jari. Saat itu ternyata Taufiq belum bisa menirukan tepuk jari, akhirnya kuminta salah satu temannya untuk menemani Taufiq di depan kelas. Setelah kegiatan tepuk-tepuk selesai, posisi badan saya lebih sering ke arah Syafiq untuk mengajaknya siap menerima pelajaran. Setelah kondisi sudah kondusif dan para siswa mulai larut dalam keceriaan, maka kuhentikan kegiatan apersepsi. Hari ini Momo boneka tangan tetap saya libatkan dalam setiap tahap kegiatan pembelajaran.


Metode pembelajaran yang saya gunakan hari ini berbeda dengan pertemuan sebelumnya. Sengaja kusiapkan special untuk mereka yang hyperaktif dan belum lancar membaca dan menulis. Mata pelajaran yang kuajarkan hari ini adalah sejarah kebudayaan islam. Pembelajaran hari ini dengan cara belajar kelompok. Kubagi mereka dalam 3 kelompok kecil dengan tugas yang sama. Mereka akan mencatat ulang kalimat-kalimat yang saya tuliskan pada kertas origami. Kalimat yang berisi tentang ringkasan kisah nabi Idris AS bersama malaikat Izrail. Setiap kelompok menerima 2 lembar kertas origami yang masing-masing ceritanya saling berhubungan. Tantangannya adalah mereka akan menulis ulang kalimatnya dengan mengurutkannya terlebih dahulu. Keberhasilan kelompok ditentukan oleh kekompakan tim dan ketua kelompok yang paling cepat selesai menuliskan kisahnya. Tujuan saya hari itu adalah. Ingin melatih siswa-siswa itu untuk lebih sering menulis dengan proses yang menyenangkan. Kata-kata “kekompakan dan kerja sama tim yang baik adalah kunci dari tantangan ini” selalu kuulang-ulangi. Saat itu Syafiq, Taufiq dan Suharmin teman sekelasnya yang juga sering membuat gaduh saat proses pembelajaran sengaja kutunjuk sebagai ketua kelompok.


Saat penunjukan ketiga anak ini sebagai ketua kelompok, siswa-siswa yang lain seolah mengadakan protes. “pak ustadz, tapi kan mereka itu belum pintar menulis” celoteh anak-anak itu. Dengan jawaban yang bijak kucoba mengajak siswa untuk mau menerima ketiga orang ini sebagai ketua kelompoknya. Walaupun dengan syarat untuk setiap pembelajaran berikutnya yang menggunakan kelompok harus digilir ketuanya. Sesekali kulihat Syafiq dan Taufiq melemaskan jari-jarinya, mereka saling beradu kecepatan menulis. Karena peraturannya, kelompok yang menang adalah yang ketuanya lebih cepat selesai menuliskan dan mengurutkan dengan benar potongan kalimatnya. Kebetulan setiap kelompok tersebar rata 3 siswa yang sudah lancar membaca. Hari ini kelompoknya Syafiq pemenangnya. Hanya saja ketika saya menginstruksikan untuk menuliskan nama masing-masing di buku catatannya, Syafiq menyahutiku, “Pak, saya belum bisa tulis nama”. Sedih rasanya ketika mendengar celoteh anak itu. Karena selama saya mengajar anak yang baru belajar menulis, kata yang bisa dituliskan pertama adalah nama sendiri. Tapi ini, tidak terjadi pada Syafiq. Akhirnya saat itu kukeluarkan spidol dan kutuliskan namanya di papan tulis, lalu kutantang dia untuk mengikutinya. Sambil menunggu teman-temannya yang lain selesai mengerjakan tugas kelompok, syafiq terus menuliskan ulang namanya. Alhamdulillah sampai akhir pembelajaran dia sudah mampu menuliskan namanya, walaupun huruf y terkadang masih terbalik. Ketika itu kulihat senyum sumringah dari wajahnya, seolah ia ingin mengatakan bahwa, “hore… saya sudah bisa tulis nama sendiri”.


Achmad Salido, Guru Konsultan Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa



Menaklukan Syafiq dan Taufiq

No comments:

Post a Comment